Sunday, February 12, 2017

BBM 7 Kandang Roboh Tertiup Angin



 








Rencana BBM 7 menulis tentang Suatu Hari Di Sungai Progo Saat Air Pasang ternyata wajib saya tunda dulu. Ada tulisan yang lebih mendesak untuk ditayangkan.

KANDANG ROBOH TERTIUP ANGIN

Sepulang kerja aku berkunjung ke rumah Bapak Mulyo Rejo di Godegan RT 3 Poncosari Kecamatan Srandakan Kabupaten Bantul. Tepatnya di belakang SMPN 2 Srandakan. Rumah sederhana itu kira-kira hanya berjarak limapuluh meter dari Sekolah Menengah Pertama tersebut. Keluarga kecil dengan satu putri bernama mbak Dalijem usia 46 tahun.Bapak Mulyo Rejo sudah berusia 83 tahun dan istrinya Ibu Mujinah berusia 71 tahun. Setelah mengobrol kesana kemari beberapa waktu, aku pamit pulang.

Jum'at siang tanggal 10 Pebruari 2017 membuat pikiranku menerawang dimalam hari, aku harus datang lagi diesok hari. HARUS....YA....HARUS. Sabtu siang tanggal 11 Pebruari 2017 kembali bertemu Bapak Mulyo Rejo sekeluarga. Aku pertama bertemu keluarga ini saat Ibu Mujinah rawat inap di Rumah Sakit pada bulan Desember 2005. Beliau operasi haemoroid kronis dengan biaya gratis karena beberapa waktu sebelumnya dimuat di koran Kedaulatan Rakyat sebagai orang yang layak mendapat bantuan.

Sejak itu mbal Dalijem yang berprofesi sebagai penjual pakaian keliling juga mengambil dagangan dariku. Ditahun 2012 berangsur aku berhenti jualan, mbak Dalijem pun tidak mengambil dagangan dari aku lagi. Dagangannya mulai sepi karena sering libur. Kedua orang tuanya pun sering sakit-sakitan yang harus ditunggui. Beralih profesi menerima seterika dari beberapa tetangga. Ganti lagi buka warung sederhana, tak bertahan lama karena harus mendahulukan perut yang lebih cepat bernyanyi saat lambat dalam menyapanya.Dagangan habis, yang tersisa hutang adanya.

Tiup angin kencang beberapa hari lalu telah merobohkan KANDANG KAMBING kesayangannya. Apalah daya, dua ekor kambing dewasa dan seekor kambing remaja terpaksa bobok di kandang sementara, terletak disamping rumah. Bapak Mulyo Rejo bingung, dengan apa harus membangun kembali kandang yang rusak. Ingin jual batang pohon kelapa paling hanya akan laku LIMARATUS RIBU. Ingin jual KAMBING, aahhh......NANTI PUNYA KANDANG TAPI TIDAK PUNYA KAMBING.
Pilihan simalakama yang belum terjawab dan hanya berujung pusing disertai nafas  terengah - engah.

Ijinkan dalam kesempatan ini, aku menyampaikan informasi  tentang keluarga yang baru menerima ujian kurang secara materi. Tetapi mereka kaya akan budi pekerti, keluarga jujur dan dapat dipercaya. Sudah sejak tahun 2005 aku mengenalnya. Sekiranya ada diantara kita yang berkenan membantu misal sebesar DUAPULUH LIMA RIBU RUPIAH X 80 ORANG AKAN TERKUMPUL DUA JUTA RUPIAH.
Jumlah yang diangan  Bapak Mulyo Rejo sudah cukup untuk membangun kembali kandang robohnya.

Semoga pembaca ada yang berkenan membantu dan dapat diberikan langsung pada alamat yang sudah tercantum diatas. Semua sebatas usaha, semoga

 



Wednesday, February 8, 2017

Busur Belajar Menulis 6

lanjutan BBM 6
SUATU HARI DI SUNGAI PROGO SAAT AIR SURUT
Minggu pagi 18 Desember 2016



















Dingin embun pagi setelah subuh tak menyurutkan rencanaku untuk berangkat ke Pedukuhan Plambongan Kalurahan Triwidadi Kecamatan Pajangan Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Ayo nak, antar ibu meliput kegiatan ibu-ibu penambang pasir di Sungai Progo ya...."
"Siap ibu, aku yang membawakan biolanya". Jawab putraku.
Dreenn...dreenn...dreenn...Supra butut mengantar kami berdua menuju Plambongan. Kira-kira limabelas kilo meter dari rumah. Berangkat dari Pedukuhan Ngrame Tamantirto Kasihan Bantul selatan UMY dan ALMA ATA. Melewati Gua Selarong, tempat bersejarah bagi perjuangan Pangeran Diponegoro. Setelah sampai di sentra Kerajinan Batik Pijenan Pandak Bantul, belok kanan lalu kiri lurus terus. Sampai ketemu Plambongan yang menjadi tujuan, belok kiri dan berhenti dibibir Sungai Progo.

Sangat menakjubkan, baru pertama kali ini aku turun menyusuri sungai yang sedang surut.
"Awas licin bu...hati-hati".Kuikuti komando dari ibu-ibu penambang pasir. Karena air sedang surut, aku dapat melenggang ke bagian badan Sungai Progo. Telapak kaki beradu langsung dengan kerikil di sepanjang bentang Sungi Progo. "Asyik, satu kata yang mewakili perasaan ini"

"Anakku, tolong rekam kebahagiaan pagi ini dengan video sebisamu".
"Ibu...,aku tak mau ikut dalam rekaman itu".
"Baiklah, ibu-ibu saja ditambah bapak dan sapinya yang sedang dimandikan di sungai".
Aku dapat saling bercerita tanpa mengganggu pekerjaan mereka.

Mereka satu tim kerja yang berjumlah sepuluh orang. Membawa peralatan sebagai berikut :
1.Ban besar
   Ban ini digunakan sebagai pelampung.
2.Ekrak
   Ekrak seperti permadani empat persegi panjang yang dibagian tepi dibingkai dengan bambu dan
   disetiap sisi dilebihkan ukuran ujung bambunya. Ini berfungsi sebagai tempat tangan berpegangan
   saat akan menuang pasir ke daratan. Ekrak ditumpangkan di atas ban besar.
3.Irig
   Irig berupa anyaman kawat tidak beraturan yang dibingkai dengan bambu berfungsi untuk
   mengayak pasir setelah diserok pakai senggrong.
4.Eseg
   Eseg adalah alat terbuat dari besi ditengahnya seperti lajur kawat yang tersusun rapi. Ini berfungsi
   untuk menyerok bebatuan kecil dari sungai, sehingga butiran kerikil dengan ukuran yang tidak di
   kehendaki akan jatuh lagi ke sungai. Bebatuan berukuran sedang ini disebut Glondo atau Bantak.
   Jadi bila pasir baru sulit dicari maka penambang akan mencari glondo atau bantak yang harga
   jualnya jauh lebih murah daripada pasir.
 
5. Senggrong
    Senggrong adalah alat terbuat dari besi yang berlubang kecil-kecil. Ini berfungsi untuk menyerok
    pasir  dan airnya jatuh kembali ke sungai karena penampangnya berlubang.
 
6. Gathul
    Gathul sesekali digunakan untuk menyibak bebatuan kecil yang penampangnya menutupi pasir.
    Karena terkadang tampak tidak ada pasir, tetapi setelah penampang bebatuan itu disibak dengan
    bantuan gathul ternyata dibawahnya ada timbunan banyak pasir.

LANGKAH KERJA
1.Ban besar diturunkan ke sungai dalam posisi mengapung.
2.Ekrak diletakkan diatas ban besar sambil dipegang dua orang.
3.Senggrong dipegang dua orang berpasangan dengan dua orang yang pegang irig.
   Setelah pasir diserok kemudian dituang diatas irig, diayak baru kemudian dituang diatas ekrak.
   Empat orang lainnya melakukan hal yang sama tetapi di lokasi yang berbeda. Jadi yang bergerak
   menyesuaikan posisi adalah yang bertugas memegang ban besar. Ini dilakukan oleh penambang
   yang lebih mahir renang karena bertugas membawa ban besar yang diatasnya sudah penuh pasir
   untuk dibawa ke tepi sungai. Dituang ditimbun sampai ada pembeli yang datang. Kalau nasib
   lagi mujur, sudah truk yang menunggu untuk dipenuhi pasir. Langsung dapat uang untuk belanja.

Demikian peralatan dan langkah kerja penambang pasir.
Foto diatas saya ambil hari sabtu tanggal 12 Pebruari 2017 antara jam 14.00 sampai jam 14.45 saat mendung sesekali diikuti gerimis sehingga hasil gambar kurang jelas.

Serumpun bunga Puyang menarik perhatian, tampak merah segar yang tidak kita temukan di kota.
Tanaman perdu tersebut tumbuh tak jauh dari bibir sungai Progo. Daunnya bisa digunakan untuk makanan ternak. Di sekelilingnya penuh dengan hamparan rumput nan hijau.

Sebelum belok ke Plambongan anda akan melewati dulu kawasan yang baru banyak pengunjungnya.
Namanya Ngantru disebut TAMAN BELANDA, hati-hati karena samping jalan cukup curam. Para penggemar olah raga sepeda santai biasanya singgah Taman Belanda sekedar selfie dan menikmati
minuman yang dijual dilokasi tersebut. Duduk sambil minum santai dibawah pohon raksasa dengan
menghadap pemandangan sungai Progo nun jauh dibawah sana.

Sampai bertemu di BBM 8
SUATU HARI DI SUNGAI PROGO SAAT AIR PASANG  ( BANJIR )
Senin pagi 16 Januari 2017

Busur Belajar Menulis 6