Saturday, July 1, 2017

BBM 9 PURO PAKUALAMAN


Selasa 27 Juni 2017
 Dalem Puro Pakualaman tampak depan
Gerbang Dalem Puro Pakualaman tampak dari dalam






Pendopo Puro Pakualaman
Pemandangan di depan Pendopo
 Pengunjung mengisi buku tamu
Tampak ruang yang bersebelahan dengan buku tamu
 Gerbang pintu masuk tampak dari dalam. Terlihat keramaian yang ada di alun-alun Puro Pakualaman yang disebut Sewandanan.
 Bagian samping kanan gapuro masuk Puro Pakualaman
Bagian samping kanan gapuro masuk Puro Pakualaman
Mengingat waktu kecil. Setiap hari raya Idul Fitri, maka di alun-alun Puro Pakualaman yang disebut Sewandanan ada pasar mainan dan aneka jajanan maupun berbagai permainan anak. Pasar ini hanya ada beberapa hari saja. Termasuk pagi ini, lebaran Idul Fitri 1438 H hari ke tiga. Sekitar jam enam pagi sudah sampai di lokasi. Rejeki untuk yang rajin buka dagangan  lebih awal, saya beli satu set mainan anak dari tanah liat,terbang dan gamelan. Muthu, cowek, keren, anglo, wajan, sothil, serok, panci, ceret, kendhil, pengaron dan cangkir.
Siang hari saya datang berkunjung lagi, suasana lebih ramai. Ada penjual kapal api yang bisa mengapung melaju diatas air dengan bahan bakar minyak goreng, setelah sumbunya disulut api maka kapal itu akan bergerak maju diatas air. 
Ini gambar keong yang waktu kecil kami biasa menyebutnya sebagai Pong-pongan.
Pong-pongan yang rumahnya masih asli berwarna abu-abu. Tetapi yang dijual ada banyak variasi warna serta lukisan gambar orang dan lainnya. Aku hanya berpikir sederhana, bagaimana yaa...cara melukis di cangkang pong-pongan? Apa nggak takut dicapit pong-pongan? Ternyata tidak demikan keterangan dari Ibu penjualnya. Cangkang pong-pongan yang berwarna-warni dan berlukis ternyata dibeli kosongan. Sedang pong-pongan yang masih tinggal di rumah aslinya bisa dipindahkan ke rumah baru berupa cangkang pong-pongan yang berwarna-warni. Cara memindahnya ujung cangkang pong-pongan asli diketuk-ketuk bagian ujung sehingga keluar dan berjalan tanpa menggendong rumah. Pong-pongan yang tak memiliki rumah tersebut didekatkan pada cangkang warna-warni. Secara naluri akan masuk di cangkang baru sebagai rumahnya.

Dengan kesabaran menunggu dagangannya disela-sela peminat yang sudah berkurang karena banyaknya permainan yang lebih kekinian.
Suasana setelah sore tampak lebih sepi.
Pintu masuk menuju Puro Pakualaman. Sampai kapan tradisi ini berjalan? Setidaknya gores pena ini sudah berupanya mengabadikan cerita di Sewandanan yang sudah ada sejak aku kecil sampai usia genap lima puluh tahun. Dari permainan yang aku beli dapat dibuat cerita lagi tentang suasana pasaran anak-anak pada jaman dahulu sewaktu televisi masih jarang yang punya, apalagi hand phone belum terbayang ada.