Friday, June 29, 2018

BBM 21 M E N A B U N G S A M P A H

Foto Boedi Poerwanti.

MENABUNG SAMPAH
Foto tanggal 16 Pebruari 2017 di Bank Sampah Gemah Ripah jl. A Yani, Badegan Rt. 12 Bantul, Bantul, Bantul, Yogyakarta. 

Catatan kecil dari rumah kami tentang upaya membiasakan diri memilah sampah sejak dari sumbernya, yaitu dari keseharian di rumah. Tampak dalam toples kaca beberapa macam bungkus minuman saset dsb. Bila ada bungkus - bungkus tersebut langsung dipilah dan disendirikan untuk nantinya ditabung di bank sampah. Jadi tidak asal bertumpuk di tempat sampah yang bercampur dengan sampah - sampah 
yang lain.


Foto Boedi Poerwanti.Foto tanggal 28 Juni 2018. Ini buku tabungan yang saya punya. Akan saya tampilkan 25 gambar, termasuk gambar toples diatas. Jadi ini gambar no. 2/25 ya... Buku tabungan sampahnya cantik kan? Tak kalah dengan buku tabungan di bank pada umumnya.


Foto Boedi Poerwanti.

Gambar no. 3/25
Foto tanggal 28 Juni 2018
Lembar pertama dari buku tabungan sampah tertera nama pemilik dan alamat tempat tinggal pemilik.



Foto Boedi Poerwanti.

Gambar no. 4/25
Foto tanggal 28 Juni 2018
Setiap nasabah menabung akan dicatat dikolom setor dan menjadi saldo dalam tabungan tersebut. Tidak langsung diterimakan uang. Ditabung dulu, biar sedikit lama-lama pasti menjadi bukit.


Foto Boedi Poerwanti.

Gambar no. 5/25
Foto tanggal 28 Juni 2018
Penabung juga akan mendapatkan nota saat menyerahkan sampahnya. Berdasarkan nota tersebut, petugas akan mencatat di buku tabungan dan selanjutnya diberikan pada penabung.


Foto Boedi Poerwanti.

Gambar no. 6/25
Foto tanggal 16 Pebruari 2017
Keren kan? Fasilitas buku yang cantik, tiap menabung diberi nota sebagai bukti tertib administrasi, disambut petugas yang ramah semakin menarik bank sampah ini untuk kita kunjungi.



Foto Boedi Poerwanti.

Gambar no. 7/25
Foto tanggal 16 Pebruari 2017
Petugas bank sampah menerima sampah yang saya setorkan.


Foto Boedi Poerwanti.Gambar no. 8/25
Foto tanggal 16 Pebruari 2017
Petugas bank sampah menimbang sampah yang saya setorkan.




Foto Boedi Poerwanti.

Gambar no. 10/25
Foto tanggal 7 Juni 2017
Kami berupaya meminimalkan calon-calon sampah yang dibawa pulang ke rumah. Misal terpaksa beli es campur yang menggunakan plastik sebagai wadahnya, maka plastik tersebut dicuci dan dijemur sampai kering. Tampak plastik yang sudah dicuci lalu dijemur dibawah daun palem kipas. Setelah kering disimpan di tempat sampah. Jadi tidak ada tempat sampah yang bau karena semua sampah yang perlu disimpan untuk beberapa waktu (sampai sempat setor ke bank sampah) sudah bersih dan kering.


Foto Boedi Poerwanti.

Gambar no. 11/25
Foto tanggal 8 Juni 2017
Ini adalah sampah yang selesai dipilah dan siap untuk dikemas.


Foto Boedi Poerwanti.

Gambar no. 12/25
Foto tanggal 19 Juli 2018
Tidak semua sampah saya tabung. Bila ada barang yang pemulung masih mau, maka saya berikan pada pemulung. Misal kardus dan botol-botol.


Foto Boedi Poerwanti.

Gambar no. 13/25
Foto tanggal 4 Juli 2017
Barang yang sudah tidak terpakai seperti ini memang laku untuk dijual. Namun juga akan lebih bermakna bila kita berikan pada pemulung. Tak seberapa yang kita berikan tetapi pasti terbalas kontan tanpa terjeda. Pemulung akan berucap, " Matur nuwun njih, mugi pun gantos rejeki ingkang langkung kathah, pinaringan saras lahir tuwin manah, wilujeng donyo akhirat sak putro wayah, pareng bu... ". Berlalu membawa senyum lega, meninggalkan titik-titik haru pada orang yang memberinya. Segala sesuatu memang tak dapat diduga, sodakoh sampah berbuah doa tiada tara.

Foto Boedi Poerwanti.
Gambar no. 14/25
Foto tanggal 21 Agustus 2017
Sampah yang diberikan pada pemulung. Barang ini masih laku untuk dijual.


Foto Boedi Poerwanti.

Gambar no. 15/25
Foto tanggal 21 Agustus 2018
Lokasi di teras bank sampah.
Ini sampah yang sudah tidak laku lagi untuk dijual, maka saya tabung di bank sampah.


Foto Boedi Poerwanti.

Gambar no. 16/25
Foto tanggal 21 September 2017
Tampak sampah yang akan dipilah.


Foto Boedi Poerwanti.

Gambar no. 17/25
Foto tanggal 21 September 2017
Tampak sampah yang sudah dikemas, siap tabung.


Foto Boedi Poerwanti.

Gambar no. 18/25
Foto tanggal 29 Oktober 2017
Memilahnya memang nemerlukan ketelatenan dan membiasakan diri. Saya menikmatinya walau tak jarang dibilang aneh. Kurang kerjaan. Berlangganan saja pada tukang sampah, selesai sudah. Nggak ribet. Ssttt... sstt... nggak boleh dibantah dan dieyelin. Semua perlu proses untuk mencintai rutinitas ini.


Foto Boedi Poerwanti.

Gambar no. 19/25
Foto tanggal 1 Desember 2017
Sampah berserak yang siap dipilah

.
Foto Boedi Poerwanti.

Gambar no. 20/25
Foto tanggal 1 Desember 2017
Sampah yang sudah dipilah. Sudah dikemas. Siap tabung.


Foto Boedi Poerwanti.

Gambar no. 21/25
Foto tanggal 20 Januari 2018
Sampah sudah dipilah dan dikemas, siap ditabung.



Foto Boedi Poerwanti.

Gambar no. 22/25

Foto tanggal 15 Pebruari 2018
Cerita nich, saat berlibur jalan-jalan sendiri 6 hari di bulan Januari sempat bertemu mbak Egli. Aku menginap 2 nalam di rumahnya. Ada sesuatu banget yang aku kagum. Rumah sederhana dengan 2 kamar, putra 2 masih SD. Namun ramahnya sangat bersih. Pagi sore dipel. Semua perabot dilap, termasuk jendela dan pintunya. Kolong tempat tidur bersih. Dapur bersih. Bawah kompor bersih. Kamar mandi bersih. PULANG darisana aku niatkan untuk berubah. Menata kembali sudut-sudut rumah yang berantakan.

Pak Parjo adalah tetangga yang mau membantu membuangkan barang-barang yang sudah tidak diperlukan. Ku buang printer yang kadang hidup kadang mati, blender yang masih bagus tapi hampir tak pernah dipakai (rahasia: aku nggak pandai masak). Bersih-bersih seabrek sampah dibawa Pak Parjo. Matur nuwun njih.




Foto Boedi Poerwanti.


Gambar no. 23/25
Foto tanggal 15 Pebruari 2018
Semoga sehat selalu Pak Parjo. Gerimis tak menyurutkan semangatnya mengangkut sampah beberapa kali.


Foto Boedi Poerwanti.

Gambar no. 24/25

Foto tanggal 15 Maret 2018
Ini kemasan sampah terakhir yang aku tabung. Karena sampai hari ini belum sempat menabung lagi. Sementara Pak Parjo yang membantu membuangnya kalau sudah banyak. Karena prinsip hemat membawa pulang calon sampah ke rumah, membuat sampah kami tidak banyak. Yang organik sudah langsung masuk biopori.

Kesimpulannya :
Tidak mudah mengajak berubah seutuhnya. Maksudnya, memang dalam keluarga sudah terbiasa hemat sampah. Tetapi soal memilah sampai mengantar ke bank sampah menjadi tugas saya. Sementara ini libur dulu nabungnya sampai saya punya kesempatan dan ringan langkah untuk ke bank sampah lagi.

Pinginnya membuat arsip yang runtut, jelas dan rapi. Baru ini yang dapat saya susun. Setidaknya ada manfaatnya buat semangat kedua anak saya.




Foto Boedi Poerwanti.



Gambar no. 25/25
Foto tanggal 16 Pebruari 2017
Ini adalah pemandangan disamping bank sampah sisi sebelah utara dilihat dari gedung lantai dua. Bagi yang belum pernah singgah, silakan datang. Kanan kirinya masih sawah sehingga pemandangannya masih asri.

Terimakasih Kepada Bapak Bambang Suwerda sebagai Direktur bank sampah Gemah Ripah yang telah mengijinkan saya mengambil beberapa foto dan memperkenankan saya unggah di FB, IG dan Blog sebagai proses belajar menulis saya.


Wednesday, June 27, 2018

BBM 20 KUPAT SUMPIL PEREKAT KELUARGA

Foto Boedi Poerwanti.

Lebaran hari ke 2, Sabtu 16 Juni 2018
Keluarga besar simbah Achmad Sumedi 
berkumpul di pintu samping yang berhadapan dengan alun-alun Kutowinangun Kebumen. Kebetulan aku tidak bisa mengikuti kebersamaan mereka. Yang aku ingat bila berada di rumah almarhum mertua adalah tentang stasiun kereta api. Jalan ke utara sedikit sudah sampai di stasiun. Biasanya berbondong jalan-jalan di stasiun saat pagisebelum mandi atau sore hari. Kalau ada tontonan pasar malam pun tinggal duduk didepan pintu pagar samping karena alun-alun berada pas di depannya. Pada kesempatan ini saya ingin cerita tentang oleh-oleh yang dibawakan ke rumah. Makanan yang baru sekali aku mencicipinya. Namanya KUPAT SUMPIL. Makanan yang merekatkan kembali anak, cucu, cicit dilebaran tahun ini.

Foto Boedi Poerwanti.
Ini kupat sumpil dan bumbu yang sisajikan diacara kumpul putu.
Cara membuat kupat :
Beras dicuci bersih lalu tiriskan. Kupat ini dibungkus dengan daun bambu yang cukup dilap atau diserbet saja. Jangan dicuci karena daun akan getas atau mudah sobek. Kemudian dibungkus sedemikian rupa berbentuk conthong. Isikan beras separo conthong. Oya daun bambunya pilihlah yang muda. Lalu sematkan lidi / biting yang sudah dipotong runcing. Direbus semalam dengan menggunakan bahan bakar kayu. Setelah matang, matikan kayu dan biarkan panci tetap diatas tungku. Namanya dinggeng supaya tanak atau mateng banget. Setelah tidak ada bara apinya baru diangkat dan ditiriskan. Tahan untuk dua hari.

Cara membuat bumbunya :
Kacang tanah disangrai. Kelapa parut disangrai. Campurkan kacang sangrai dan kelapa sangrai lalu dihaluskan.
Siapkan cabe, bawang merah, bawang putih, kencur lalu disangrai. Haluskan dan tambahkan gula merah secukupnya.
Campur jadi satu kacang, kelapa dan bumbu. Haluskan lagi. Eee ada yang lupa, garam belum disebut. Bisa tidak berasa nanti.


Foto Boedi Poerwanti.Cara menyajikan :
Kupas beberapa kupat sumpil dan taburkan bumbu diatasnya. Jaman dulu penyajiannya dengan pincok atau piring yang terbuat dari daun pisang yang ditusuk lidi. Makannya pun tidak pakai sendok tetapi ditusuk dengan lidi.Foto Boedi Poerwanti.Ini sedikit kupat sumpil yang dibawakan untuk saya. Semula saya kira lopis, tapi kok pakai bumbu. Bungkusannya rapi, rasanya lebih legit daripada kupat janur. Pantas saja ya... karena bungkusannya kecil jadi beras bisa mekar lebih sempurna.
Foto Boedi Poerwanti.Satu porsi harganya Rp. 3.500, berisi sepuluh kupat sumpil. Murah, enak, langka dan ditanggung tidak bisa membuat sendiri. Di kota sudah tidak ada pohon bambu.
Foto Boedi Poerwanti.Kupat sumpil ini dibuat turun temurun oleh keluarga ibu Mugiyati yang beralamat di Dukuh - Sinungrejo - Kutowinangun - Kebumen. Omset per hari sebanyak 10 Kg. Satu kilogram harganya Rp.35.000, isinya sekitar 100 kupat sumpil.

Tiap hari Rabu dan Minggu jualan di pasar Tumenggungan Kebumen.
Tiap hari Selasa dan Jum'at jualan di pasar Kutowinangun tetapi bila ada stok saja. Selain itu hanya melayani pesanan. Nah semoga tulisan ini ada manfaatnya dikemudian hari. Sejarah makanan tradisional yang sudah langka.

BBM 19 Seombyok Bibit Pohon Mangga

Foto Boedi Poerwanti.
Senangnya... siang ini ada sedulur yang berkenan memboyong semua bibit pohon mangga yang aku punya. Dihari bumi lalu aku tawarkan belum ada yang mau mengambil. Salah satu alasannya, pohon mangga yang disemai mulai dari biji, akan berbuah lebih lama dan pohonnya pun cenderung lebih besar. Berbeda dari cangkok batang, akan lebih cepat berbuah dan pohonnya pun tidak terlalu besar. Bersyukur akhirnya ada juga yang mau mengangkut semuanya.
Foto Boedi Poerwanti.
Pesan akhir pada seombyok bibit pohon mangga ku :
Dengan penuh kasih aku merawatmu selama ini. Setiap pagi saat aku buka jendela, kamu berderet diatas rak bunga. Senang melihatmu bertambah besar. Sedih karena sampai kapan kamu akan bertahan disitu? Ada satu pohon yang mulai mengering karena sudah terlalu besar untuk tetap berada di polybag yang sempit. Aku sangat mengkhawatirkan kamu. Karena bukan tanpa alasan aku menyemaimu. Ku ingat saat putar kampung cari biji pohon mangga, sampai rumah (tak oyak-oyak bojoku ndang nandur ing polybag) disemai hingga tumbuh tunas dan berkembang secantik siang ini. Aku ingin punya WONO DESO, hutan desa yang cukup menampung tumbuh kembang tubuhmu. Agar kelak kamu mampu memperpanjang umur bumi, mengikat air tanah dan memasok oksigen bagi keberlangsungan makhluk hidup yang lain. Tumbuhan sungguh mulia hidupmu. Berguna... Berarti... tanpa ingin menonjolkan diri. Kamu tidak pernah pingin selfie... tak pernah menuntut untuk dimanja dan diperlakukan istimewa. Karena kekuatan alam yang lebih melindungimu. Tanpa disiram, tanpa dipupuk... kau tetap hidup... cukup dengan air hujan yang mengguyurmu. Kurawat dengan senandung doa... Kulepas pula dengan doa plus sedikit mata berkaca. Baik-baik ya sayang... dalam pengasuhan orang lain. Huhuhu... tak ada sebiji sawipun yang terlepas dari catatannya. Pasti diwaktu yang lain, bila mungkin aku melintas disampingmu... so pasti aku sudah tidak mengenalmu. Namun aku yakin akan manfaatmu... belum lagi manis buahmu. (Nggak harus manis sih, yang masam juga dicari penjual lotis dan ibu-ibu yang ngidam. Manis asam tetap manfaat). Huhuhu... sampai bertemu pada hari pencatatan nanti, kita pasti bertemu karna kita pernah bersama dan punya visi yang sama untuk menjaga kelestarian bumi. Jangan lupa doakan aku, insya Allah bisa punya WONO DESO. Selamat tinggal... Baik-baik sayangku...

BBM 18 Hari Bumi Minggu 22 April 2018



Minggu 22 April 2018 Berikut kebiasaan di rumah dalam upaya menjaga lingkungan dan mencintai bumi. Akan saya tampilkan 14 gambar. 1/14 adalah gambar sampah plastik yang sudah dikemas dan siap ditabung di bank sampah. Sampingnya adalah gambar biopori sebagai resapan air sekaligus untuk membuang sampah organik. Kami serumah berpenghuni 4 orang. Lobang biopori yang ada sebanyak 9 lobang. Berusaha membuang sampah plastik sebulan sekali dengan cara ditabung ya..., tidak asal weerrr... disembarang tempat. Semoga saya bertemu teman lain yang sudah lebih bagus dalam mengelola sampahnya, agar saya bisa belajar dari mereka. tamanbusur.blogspot.com
Gambar 2/14 foto diambil pagi ini hari minggu 22 April 2018. Tampak lobang biopori yang sudah penuh, siap dipanen komposnya. Oo.. ya, biopori ini pertama dibuat di hari minggu tanggal 24 April 2011. Istiqomah digunakan untuk membuang sampah organik rumah tangga sampai saat ini. tamanbusur.blogspot.com


Gambar 3/4 foto diambil hari minggu 28 Mei 2017 bertepatan dengan ultah suami. Kado istimewanya berupa kompos yang diambil sendiri. Caranya dengan memasukkan boor biopori ke lobang yang sudah penuh kompos, bemudian diputar lagi ke atas. tamanbusur.blogspot.com
Gambar 4/14 foto hari minggu tgl 28 Mei 2017. Tidak sulit kok melakukannya. Tekan boor kebawah, komposnya sudah berubah menjadi tanah. Mudah untuk diambil. tamanbusur.blogspot.com
Gambar 5/14 foto hari minggu tgl 28 Mei 2017. Saat boor sudah penuh oleh kompos, tarik perlahan keatas. Biopori ini kedalamannya satu meter. tamanbusur.blogspot.com
Gambar 6/14 foto hari minggu tgl 28 Mei 2017. Nah, komposnya bisa digunakan untuk menanam bunga di pot. tamanbusur.blogspot.com


Gambar 7/14 foto hari minggu tgl 28 Mei 2017. Hasil kompos dalam satu lobang biopori kira-kira cukup untuk menanam bunga dalam 3 pot. tamanbusur.blogspot.com
Gambar 8/14 foto hari Minggu tgl 28 Mei 2017. Setelah kompos dipanen, maka lubang biopori siap untuk membuang sampah organik rumah tangga lagi. Dalam gambar tampak kulit buah pepaya yang siap dibuang. Nah...praktis kan... nggak repot. tamanbusur.blogspot.com
Gambar 9/14 foto diambil pagi ini 22 April 2018. Sudah saya sampaikan cara membuang sampah plastik dengan ditabung dan sampah organik dengan membuang ke lobang biopori. Masih ada satu lagi upaya mencintai bumi dengan ingin menanam pohon. Saat makan buah mangga, bijinya saya semai dan sudah beberapa tumbuh agak besar. Sekarang timbul kendala mau saya tanam dimana? Kebun belum punya, pinginnya sih memiliki WONO DESO. Yang saya punya saat ini baru taman hati yang terbentang luas tak bertepi. Namun apakah mungkin benih2 mangga saya tancapkan didada?tamanbusur.blogspot.com
Gambar 10/14 foto diambil pagi ini minggu 22 April 2018. Gambar dari arah samping. Jumlahnya sekitar sebelas bibit pohon mangga. Kasihan... mereka kurus karena tumbuh di media tanam yang terbatas. Saya berharap ada yang sudi mengasuhnya. GRATIS ðŸ˜Š plus tak suguh wedang kalau anda bertamu ke rumah saya. Bak pepatah : tidak membeli kucing dalam karung. Disini kita ubah : tidak memberikan kucing dalam karung. Alias jujur : bener itu bibit pohon mangga, tapi entah manalagi, golek, nanas, madu, kweni atau jenis yang lainnya lagi...jadi kualitas TIDAK DIJAMIN. Harapannya untuk bisa tumbuh, untuk hijaunya bumi. Alamatnya di dusun Ngrame Rt 2 Tamantirto Kasihan Bantul. Daerah sekitar UMY. tamanbusur.blogspot.com


Gambar 11/14 foto diambil pagi ini minggu 22 April 2018. Ini DUA bibit yang lebih besar di rak sebelah kiri. Jadi teringat DUA anak kos yang ada di rumah. Terimakasih pada Andi dan Yuda yang telah bersabar mengikuti kebiasaan di rumah ini. Harus hemat sampah. Seminimal mungkin membawa sampah ke rumah. Di rumah tak ada bak sampah kotor. Semua sudah sedemikian rupa terkendali. Tak ada keranjang sampah di depan pagar. Tidak berlangganan membuang sampah. Bukan berniat pelit teta...
Lihat Selengkapnya


Gambar 12/14 foto diambil pagi ini minggu 22 April 2018. Dua bibit yang lebih besar di rak sebelah kanan. Teringat dua buah hatiku Nafis dan Tatma yang tinggal di asrama. Semoga mereka juga bisa hemat sampah ya... Seandainya anak2 yang tinggal di asrama, pesantren atau komunitas lain yang menghimpun banyak orang mampu menghemat sampah, pasti ada harapan terciptanya lingkungan yang lebih bersih. Apa maksudnya menghemat sampah? Salah satunya dengan membiasakan diri mengurangi pemakaian tas plastik yang tak ramah lingkungan. Mulai gunakan tas kain atau gombal yang bisa dipakai berulang-ulang. Beberapa contoh tas gombal yang saya pakai, bisa dibuka di tamanbusur.blogspot.com BBM 2 posting Selasa 27 Desember 2016 pukul 22.30. Ayo anak2 ku, kurangi pemakaian kresek ya... ðŸ˜Š


Gambar 13/14 foto diambil minggu pagi tgl 22 April 2018. Disamping bunga anggrek ada pot berisi segerombol biji mangga yang mulai tunas. Kebesaran Tuhan, biji yang hanya berserak begitu saja, pada saatnya akan tumbuh tanpa dirawat sekalipun. Ini adalah bibit yang belum sempat dipindah di poly bag. Bagi yang mau, angkat sekalian ya... Nanti saya menyemai biji yang lain lagi. Kalau sudah tumbuh, diberikan pada orang lagi... Begitu seterusnya untuk upaya mencintai bumi dengan menanam pohon. Semoga Tuhan memberi kekuatan pada saya untuk istiqomah. tamanbusur.blogspot.com
Gambar 14/14 foto terakhir dalam rangka memperingati HARI BUMI kali ini. Foto diambil minggu pagi tgl 22 April 2018. Ini adalah pohon JAMBU BIJI MINI yang baru thingil-thingil berbuah satu. Kaitannya dengan menjaga kelestarian lingkungan, saya berangan ,
kalau nanti berbuah 15 biji, akan saya bagi sbb. :
1/2 buah untuk eyang kakung dan eyang putri. Mengapa hanya 1/2 buah? Karena ibarat mengubah perilaku, kebiasaan sehari-hari akan lebih sulit pada orang yang sudah lanjut usia.
1/2 buah untuk bapak dan ibu. Mengapa hanya 1/2 buah? Alasannya idem diatas, tetapi masih ada harapan untuk berubah lebih baik bila ada kemauan.
1 buah untuk mahasiswa. Generasi yang bersemangat menghadirkan perubahan untuk menjaga kelestarian bumi.
1 buah untuk anak SMA. Sosok perubahan yang menyongsong dewasa dalam berangan, berfikir dan bertindak nyata nguri-uri keselarasan bumi.
1 buah untuk anak SMP. Remaja yang baru tumbuh berkembang. Alur mana yang akan mereka lewati, tergantung dari para pembibingnya. Semoga bertemu dengan para pembibing yang cinta kelestarian lingkungan.
1 buah untuk anak SD. Mereka masih mempunyai waktu panjang untuk melakukan perubahan. Latih mereka dengan kebiasaan positif dalam upaya menjaga dan melestarikan lingkungan.
5 buah untuk anak Tk. Nah ini, perlu caption yang cukup panjang. Mengapa mereka diberi buah jambu biji paling banyak? Alasannya karena bak warna mereka masih putih. Memorinya belum banyak ternoda. Masih lugu dan penurut untuk dibimbing. Lima orang anak TK masing-masing memegang JAMBU BIJI MINI yang kuning, sudah masak. Setelah dicuci, mereka memegang ditangan kanan sambil duduk bersama di hamparan tikar dari daun mendong, bukan tikar plastik. Hampar tikar dikelilingi pepohonan rindang.Bu guru sudah menyiapkan 25 poly bag kecil yang sudah berisi kompos. Sambil bernyanyi yang bertema manfaat menjaga kelestarian bumi dan lingkungan. Buah jambu boleh dimakan dengan tetap menyisakan sebagian bijinya untuk ditanam di poly bag yang sudah disediakan ibu guru. Masing2 anak merawat 5. Pasti anak TK lebih tekun merawatnya dan jadi pengalaman berkesan.
5 buah sisanya untuk saya lah.Ku buat SETUP JAMBU MINI istimewa. Selamat Hari Bumi.